Penulisan sejarah masa lalu untuk merekonstruksi kehidupan Kala Plestosen di Sangiran terus dilakukan. Metode dan pendekatan berbagai disiplin ilmu terus dikembangkan untuk memperoleh gambarana secara menyeluruh mengenai kehidupan masa lalu di Sangiran ketika kehidupan hadir di tanah Jawa ini. Seiring dengan penemuan-penemuan spektakuler baik dalam kegiatan penelitian maupun penemuan oleh masyakarat, nilai penting Situs Sangiran semakin diperhitungkan dalam diskusi ilmu pengetahuan.
Rekonstruksi lingkungan sebagai aspek ekologis Kala Plestosen diungkapkan dalam kajian di Situs Sangiran dan Situs Banjarejo melalui pendekatan geoarkeologi pada Formasi Kabuh dan pendekatan stratigrafi tanah pada lapisan pengendap temuan gajah purba. Kajian lingkungan serupa juga digunakan untuk mengidentifikasi bentuk morfologis batuan andesit yang mengalami pelapukan membola dikaitkan dengan morfologi bola batu dari Situs Sangiran.
Penelitian terhadap keterkaitan antara herbivora besar dengan kehidupan manusia pada Kala Plestosen Tengah dapat diketahuai dari jejak-jejak aktivitas pada temuan fosil tulang fauna banteng purba di Situs Aucheulean, Perancis. Penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui aktivitas manusia terhadap herbivora besar dengan menggunakan pendekatan arkeozoologi. Berbagai analisi yang dilakukan dapat menggambarkan aspek-aspek kehidupan manusia masa lalu terkait dengan lingkungan (fauna).
Hasil dari penyelamatan temuan tidak lagi terbatas pada penyelamatan fosil, melainkan juga penyelamatan data konteks lainnya dengan melakukan kajian yang menarik lebih lanjut. Kajian terhadap temuan fosil-fosil oleh masyarakat sebagai bagian dari fauna Sangiran menunjukkan korelasi antara penghunian fauna dengan konteks arkeologi penghunian manusia purba pada Kabuh Bawah atau Kala Plestosen Tengah.
Perbandingan metode dan konservasi terhadap temuan lapangan dari dua situs berbeda di Sangiran dan Kalinga (Filipina) merupakan hasil pertukaran pengetahuan metode konservasi dari negara lain. Informasi ini dapat diimplementasikan untuk pengembangan metode dan teknik konservasi yang efektif dan efisien. Selain itu, dilakukan penelitian bahan-bahan alternatif konsolidan untuk temuan fosil di Situs Sangiran yang dapat mempertahankan warna fosil dan kekedapan terhadap air. Pemanfaatan Sumberdaya Cagar Budaya di situs-situs Kala Plestosen menuntut pengelolaan yang tidak mudah. Internalisasi untuk peningkatan pemahaman masyarakat sekaligus mengajak masyarakat untuk melestarikan Cagar Budaya dilakukan di semua lini, dari tradisi hingga wilayah pendidikan. Penguatan nilai tradisonal yang telah ada seperti Mitos Balung Buto dan berbagai aktifitas kearifan lokal masyarakat ditumbuhkan kembali dan dikembangkan untuk peningkatan pemahaman masyarakat. Literasi nilai penting juga dilakukan dengan cara sosialisasi kepada pelaku dan pendidik teruatama di bisang mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Masih banyak yang perlu dilakukan, namun upaya ini telah membuka wawasan masyarakat tentang nilai penting Situs Sangiran.
Semua upaya yang dilakukan adalah untuk meningkatkan nilai penting Situs Sangiran dan meningkatkan pemahaman masyarkat agar pelestarian Situs Sangiran dan situs-situs sejenisnya menjadi upaya bersama seluruh masyarakat. Semoga Jurnal Sangiran ini dapat memberi pencerahan bagi kita bersama, sekaligus memacu kita untuk mengembangkan ilmu pengetahun Cagar Budaya di sekitar kita.
Redaksi